Minggu, 05 Desember 2010

Resensi Buku : Teologi Kewirausahaan

RESENSI BUKU

JUDUL BUKU : TEOLOGI KEWIRAUSAHAAN

SUB JUDUL : Konsep dan Praktik Bisnis Gereja Kristen Protestan di Bali

PENULIS : Made Gunarakswati Mastra-ten Veen

PENERBIT :Taman Pustaka Kristen dan Centre for Business Ethics and

Profesionalism ,Universitas Kristen Duta wacana

JLH HALAMAN: 252

CETAKAN PERTAMA : 2009

Tahun 2000, kami mengikuti Kongres Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Denpasar,Bali. Kongres tersebut diadakan di sebuah hotel di pinggir pantai Seminyak. Hotel tersebut bernama Hotel Dhyana Pura, milik sebuah gereja di Bali, yakni Gereja Kristen Prostestan di Bali (GKPB). Ada keheranan dan bercampur kagum di hati saya saat itu. Heran karena ada gereja yang memiliki Hotel, suatu tempat yang berkonotasi negative bagi sebagian besar umat. Namun ada rasa kagum karena sebuah gereja bisa memiliki asset yang begitu mahal dan berharga di tengah-tengah situasi banyak lembaga keumatan yang mengalami kesulitan finansial.

Seacara kebetulan, 10 tahun kemudian saya menemukan buku yang membahas tentang praktik bisnis di GKPB, khususnya mengenai Hotel Dhyana Pura. Buku berjudul ‘Teologi Kewirausahaan’ dengan subjudul Konsep dan Praktik Bisnis Gereja Kristen Protestan di Bali ini menjelaskan secara lengkap latar belakang keterlibatan GKPB dalam praktik bisnis di Bali, dasar teologi yang melandasi pemikiran tersebut serta pro-kontra di antara pemimpin jemaat mengenai praktik gereja berbisnis tersebut. Yang membuat buku ini istimewa adalah bahwa penulis adalah anak kandung dari mantan Ketua Sinode Gereja GKPB , Pdt. DR. Em. I Wayan Mastra, yang memimpin GPKB dari tahun 1972 hingga 2000. DR. I Wayan Mastra lah yang memberikan landasan teologis praktis bisnis Gereja Bali dari awal hingga berkembang seperti saat ini.Buku ini sendiri diangkat dari tesis penulis di pasca Sarjana Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana,Yogyakarta.

Pada bagian pertama , buku ini menjelaskan latar belakang sejarah, kebijakan-kebijakan serta usaha-usaha bisnis gereja Kristen protestan di Bali. Sejarah kekristenan sendiri di Bali sudah dimulai dari tahun 1863. Namun kemudian ada pelarangan dari pemerintah Hindia Belanda untuk menjaga stabilitas karena adanya resistensi penduduk setempat yang mayoritas Hindu. Tahun 1929, pemerintah Hindia Belanda kembali memberi ijin kepada penginjil Cina yang bekerja sebagai penginjil di kalangan etnis Tionghoa Bali. Tahun 1933, penginjilan kembali dilarang karena adanya tekanan dari masyarakat Hindu Bali yang tidak senang dengan perpindahan orang-orang Bali ke agama Kristen.Namun saat itu sudah ada sekitar 200 orang yang dibaptis oleh penginjil Cina tersebut.

Tahun 1933, penginjil dari Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Jawa Timur dan dengan bantuan dari misiolog dari Belanda mengumpulkan orang Kristen Bali dan mempersiapkan mereka menjadi gereja yang mandiri. Tahun 1948 berdirilah Gereja Kristen Protestan Bali” dan kemudian tahun 1962 diubah menjadi “Gereja Kristen Protestan di Bali’. Tahun 1963, akibat letusan Gunung Agung, banyak lahan pertanian subur menjadi kering dan tidak dapat ditanami. Kemiskinan melanda Bali. Gereja Bali mendapat bantuan dari Church World Service untuk menolong korban bencana berupa gandum, bahan makanan dan pakaian. Sebagian penduduk kemudian tertarik dan beralih ke agama Kristen sehingga mereka disindir oleh masyarakat Hindu sebagai “orang Kristen gandum’ (hal 9). Akibat cemoohan penduduk, sebagian ada yang kembali ke agama semula, tapi ada juga yang bertahan dan bertumbuh imannya.

Masa pergolakan tahun 1960-1965 menimbulkan banyak masyarakat Hindu yang pro PKI yang beralih masuk ke agama Kristen karena menganggap agama Kristen lebih menampung nilai-nilai sosialis komunis. Namun orang Kristen sendiri juga dibenci PKI yang ateis. Banyak orang Kristen yang kemudian terbunuh pada masa penumpasan PKI. Agama Kristen menjadi sasaran kebencian masyarakat yang anti komunis. Tahun 1965-1971 merupakan masa krisis bagi gereja Bali.

Awal tahun 1972 Gereja Bali mengalami defisit sehingga tidak mampu membayar gaji pendetanya sehingga hidupnya serba berkekurangan. Jemaat juga mengalami kesulitan ekonomi dan umumnya berprofesi sebagai petani dan pekerja kasar. Peralihan menjadi agama Kristen membuat mereka kehilangan harta benda,warisan dan dikucilkan masyarakat. Anak-anak muda generasi kedua sulit mendapat pekerjaan di pemerintahan karena mereka Kristen. Di sektor pariwisata juga tidak mudah untuk masuk karena mereka tidak mampu membiayai sekolah pariwisata yang mahal sehingga mereka tidak bisa bekerja di Hotel atau biro perjalanan, Mereka juga tidak bisa membuka usaha sendiri karena tidak memiliki modal dan jaminan ke bank untuk mendapat pinjaman. Kondisi seperti inilah yang membuat pengurus Gereja untuk fokus memikirkan peningkatan perekonomian gereja dan jemaat.

Kebijakan sinode tahun1 1972 memutuskan untuk menjadikan Gereja Bali menjadi gereja yang mandiri dan kontekstual dengan budaya Bali.. Misi kontekstualisasinya adalah mengupayakan kekristenan menjadi bagian dari masyarakat dan memberikan makna baru kehidupan tanpa menghilangkan budaya dan lingkungan dimana mereka tinggal (hal 17). Misi kontekstualisasi ini diwujudkan dalam bentuk penggunaaan elemen-elemen budaya Bali yang berestetika tinggi dalam gedung gereja, seni tari dan musik dan mengembangkan usaha-usaha bisnis yang terkait dengan pariwisata untuk mengembangkan perekonomian dan pelayanan gereja.

Kemudian dibentuklah departemen-departemen yang membawahi Yayasan-yayasan yang melayani 3 kebutuhan manusia ,yaitu kebutuhan otak (kepala), kebutuhan hati, dan kebutuhan perut. Kebutuhan kepala ditangani Departemen kesaksian dan Pengembangan (Marturia) melalui Yayasan Harapan yang mengelola pendidikan dari TK hingga SMA dan juga panti asuhan. Kebutuhan hati ditangani oleh Departemen Persekutuan dan Pembinaan (Koinonia) melalui Yayasan Dhyana Pura yang mengelola Hotel Resor Dhyana Pura dan Wisma Nangun Kerti di pegunungan Bedugul,Sekolah Perhotelan dan Pariwisata (Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM), Jasa Penyelenggaraan Pernikahan bagi orang-orang asing.

Sementara kebutuhan perut ditangani Departemen Pelayanan dan Usaha menggunakan Yayasan Maha Bhoga Marga yang menyediakan fasilitas kredit dan program pembinaan untuk peningkatan ekonomi masyarakat golongan ekonomi rendah. Jenis-jenis usaha di bawah yayasan ini antara lain Usaha Permebelan (1994) ,yang melayani kebutuhan mebel untuk gereja, hotel dan kantor, Usaha Percetakan (1995), Bank Perkreditan Rakyat dan Pinjaman Modal Sarana Usaha (1990). PMSU memberikan pinjaman modal bagi peserta yang telah mengikuti pelatihan keterampilan seperti pertukangan,menjahit,dll untuk membeli alat kerja. Bila mereka telah berhasil, mereka kemudian mendapatkan kredit dari BPR untuk mengembangkan usahanya.

Keterlibatan Gereja Bali dalam praktik bisnis ini tentu saja berdampak positif bagi peningkatan keuangan dan asset gereja. Sebagai perbandingan, terlihat dari data pertumuhan kekayaan GKPB tahun 2003-2007, tahun 2003 aset GPKB bernilai Rp 77.616.789.10,- tahun 2007 mejadi Rp 113.075.002.669,-. Hutang, tahun 2003 Rp 11.270.836.210,- dan tahun 2007 Hutang Rp 96.336.344.491,-Sementara modal tahun 2003 sebesar Rp 66.345.952.893,- dan tahun 2007 menjadi Rp 96.336.344.491.Rata-rata pertumbuhan asset dalam setahun sebesar 9,92%, sementara pertumbuhan modal 9,86% dan pertumbuhan utang 11.36% (hal 49)

Bagian kedua buku ini membahas Teoligi Ekonomi Gereja Kristen protestan di Bali. Pertama-tama di bahas Perspektif teologi Dr. I Wayan Mastra. Pemikiran teologi Mastra terbagi dua, satu untuk konteks Bali dan kedua dengan konteks keindonesiaan. Dalam konteks Bali, Mastra menyampaikan 8 pokok pikirannya. Diantaranya adalah tentang pentingya kemandirian untuk jati diri dan martabat. Menurut Mastra, Gereja harus membuat program-program yang memberdayakan orang untuk mandiri dan nantinya bisa menolong orang lain. Tujuannya adalah untuk mengangkat martabat manusia supaya bisa dihargai di masyarakat..

Kedua, Orang Kristen Diberkati untuk bisa memberkati. Mastra merefleksikan pikirannya ini dari panggilan Allah kepada Abraham…”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur

, dan engkau akan menjadi berkat..olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej 12:2-3). Pokok pikiran ketiga, senanda dengan kedua, yaitu mengembangkan sikap hidup lebih suka memberi daripada menerima (Prinsip Tangan Di Atas).Mastra menekankan bahwa orang yang diberkati adalah orang yang memberi. Seperti tangan, kita harus membalikkan telapak tangan untuk bisa memberi, bukan menengadahkan tangan ke atas.

Keempat, adanya Kesatuan antara tubuh ,roh dan Jiwa atau pikiran hati dan perut. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya dengan kebutuhan rohani tapi juga kebutuhan jasmani.

Kelima, Mastra juga mengembangkan apa yang disebutnya ‘Teolog Perut’. Ia menekankan pentingnya mengembangkan perekonomian jemaat dengan alasan bahwa ‘perut yang kosong tidak mempunyai telinga. Artinya, jika jemaat masih mengalami pergumulan dalam kebutuhan hidup sehari-hari, maka akan sulit bagi mereka menerima Firman Tuhan. Hal ini mungkin relevan dengan latar belakang jemaat gereja Bali yang berasal dari kaum miskin dan tersisihkan dalam struktur masyarakat Bali. Mastra berpendapat orang Kristen seharusnya tidak hidup dalam kemiskinan tapi hidup sebagai ‘kapitalis’ dalam arti selalu melipatgandakan modal sebagaimana perumpaaan Tuhan Yesus tentang pelipatgandaan Talenta.. Mastra juga menekankan pentingnya pendeta memberi contoh dengan juga terlibat dalam berwirausaha sehingga pendeta tidak menjadi beban bagi jemaatnya.

Keenam, Mastra juga menekankan peran konteks budaya dan kekayaan local dalam pengembangan ekonomi jemaat dan gereja. Dalam konteks Bali, jemaat dan gereja harus memanfaatkan pariwisata untuk kemajuan ekonomi mereka.

Selain pemikiran Mastra, buku ini juga memuat pemikiran Tokoh-tokoh gereja Bali lainnya mengenai pro-kontra keterlibatan gereja Bali dalam bisnis. Prof.DR. I Wayan Waspada, mantan Bishop GPKB ,misalnya mengingatkan agar gereja tidak terjebak dalam usaha memperkaya diri yang tak berkesudahan. Ia juga mengingatkan bahaya penyalahgunaan ekonomi gereja untuk kepentingan diri sendiri atau kebanggan diri yang dapat mengalihkan perhatian gereja dari misi utamanya yaitu penginjilan Prof. Waspada dan Suyaga Ayub juga mengkritik teologi Mastra bahwa seseorang harus menjadi kaya dahulu untuk bisa memberkati. Orang miskin pun,menurut mereka, bisa memberkati. (hal 100-101). Teologi Mastra dianggap telalu menekankan berkat jasmaniah dan mengabaikan berkat rohaniah.

Namun Mastra sendiri menanggapi bahwa kegiatan bisnis gereja adalah rohaniah karena semua pemikiran keiatan bisnis gereja adalah rohaniah karena semua pemikiran maupun kegiatan bisnis gereja didasari oleh usaha penyerahan diri dan membangun hubungan baik dengan Allah.Hubungan yang baik dengan Allah itulah yang menyebabkan hidup seseorang dianugerahi dengan berbagai bentuk berkat, termasuk di dalamnya berkat materi.

Kesimpulan

Buku ini sangat penting dibaca oleh para pendeta, penatua dan jemaat gereja maupun organisasi keagamaan pada umumnya sebagai referensi bagaimana mengembangkan perekonomian umat dan organisasi keagamaan. Pemikiran-pemikiran Mastra ini . sesungguhnya sangat baik diterapkan di gereja-gereja Indonesia lainnya dengan mengadaptasi bisnis yang dilakukan sesuai konteks lokal masing-masing. Mengingat betapa banyaknya daerah-daerah yang mayoritas Kristen yang menjadi daerah kemiskinan seperti Tapanuli, Nias, NTT dan Papua, maka praktik bisnis Gereja bali yang dipaparkan dalam buku ini bisa menjadi pedoman untuk mengangkat jemaat dan gereja atau dalam konteks yang lebih luas warga Negara Indonesia dari jerat kemiskinan menuju kehidupan yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Sedikit kekurangan buku ini adalah tidak ada lampiran foto mengenai unit-unit usaha yang disebutkan dalam buku ini mulai dari awal berdiri hingga perkembangan terakhir agar pembaca bisa lebih meresapi kemajuan unit usaha maupun gereja Bali. Demikian juga foto Pdt. I Wayan Mastra sebagai tokoh utama perkembangan gereja Bali tidak disertakan sehingga bagi orang awam di luar gereja Bali tidak bisa mengenali sosok tersebut. Namun demikian, buku ini telah berhasil memberikan informasi kepada pembaca mengenai sejarah dan konsep teologis dalam praktik bisnis gereja Bali sebagaimana dicantumkan dalam sub judul buku ini.

Selasa, 20 April 2010

Laporan dari Sharing Pengalaman “Bagaimana Memulai dan Mengembangkan Usaha”

Kemajuan suatu Negara ditentukan seberapa besar jumlah wirausahawan di Negara tersebut. Negara dengan ekonomi terbesar, Amerika Serikat, memiliki 17% penduduk yang menjadi wirausahawan, sementara Indonesia hanya 0,18%.Hal ini disampaikan Ibu Nila Meyta Assistant Vice President Micro Business Group Bank Mandiri dalam Sharing Pengalaman “Bagaimana Memulai dan Mengembangkan Usaha”,yang diadakan Locus Entrepreneurship pada hari Sabtu tgl 17 April 2010 bertempat di Ruang Sidang PGI, Jakarta Pusat.

Menurut beliau, untuk mendorong meningkatnya jumlah generasi muda yang terjun ke dunia wirausaha, Bank Mandiri mengadakan program Wirausaha Muda Mandiri yang memiliki beberapa persyaratan antara lain: berusia kurang dari 35 tahun, masih bersatus mahasiswa, Lulus S1 atau sedang menjalani program pendidikan S2. Kategori yang diperlombakan adalah Boga, Kreatif, serta Industri dan Jasa. Hadiah yang disediakan sebesar Rp 20-25 juta. Beberapa kriteria penilain antra lain adalah usaha tersebut sudah berjalan minimal 1 tahun, bagaimana cara mereka mengelola usahanya, bagaimana pemberdayaan yang dilakukan terhadap masyarakat sekitar, serta sumber daya yang dipakai. Kepada mahasiswa pemenang akan diberikan beasiswa sebesar Rp 500 ribu per bulan. Peserta Wirausaha Muda Mandiri tidak perlu harus sudah punya badan hukum seperti CV dan PT.

Hingga saat ini sudah ada sekitar 3250 wirausaha muda yang direkrut Bank Mandiri. Beberapa yang sudah berhasil misalnya Sinta umur 23 tahun berbisnis Keripik pisang Lampung dengan modal awal Rp 600 rb,dan kini memiliki omset Rp 1,8 milyar. Sinta juga memanfaatkan kulit pisang sebagai makanan ternak dan minyak hanya dipakai 3 kali dan selanjutnya diberikan ke pegawai yang merupakan masyarakat sekitar. Selain itu, ada Elang Gumilang,seorang mahasiswa dari Bogor berusia 24 tahun yang kini memiliki proyek senilai Rp 24 milyar. Untuk mensiasati sulitnya mendapatkan modal dari perbankan, Elang meminjam ke teman-temannya yang cukup berada dengan sistem bagi hasil.

Untuk yang berusia di atas 35 tahun ada penyaluran pembiayaan maksimum 20 juta dengan bunga 6% per tahun flat. Bank Mandiri juga memberikan pembinaan berupa coaching, promosi usaha, pameran serta publikasi di majalah. Pembinaan (capacity building ) yang dilakukan dalam hal marketing, finance,packaging yang bagus seta training yang dibiayai oleh Bank Mandiri. Program promosi yang dilakukan antara lain mengirim peserta ke luar negeri hingga 6 kali setahun agar ada buyer yang membeli produk mitra binaan.

Pembicara kedua, Richard Tampubolon berbisnis di bidang pengadaan kue-kue basah. Sebelumnya beliau bekerja di perusahaan kontraktor Pertamina. Namun pekerjaan kontraktor yang bersifat proyek yang berpindah-pindah sesuai lokasi proyek, membuat dia ingin mencari pekerjaan yang bersifat menetap. Mula-mula dia masuk ke bidang sembako, namun kurang berhasil karena belum sepenuhnya Setelah menikah tahun 1999, Richard dan istrinya mencari dagangan yang bisa laku. Mula-mula mereka jualan kolak dan cocktail dengan modal mulai dari beberapa puluh ribu rupiah. Karena dagangannya laris, mereka termotivasi untuk menambah jualan. Tahun 2000- 2004, mereka mengambil kue dari Pasar Senen dan menjualnya kembali.

Tahun 2007, Richard mulai memproduksi sendiri makanan seperti pastel,risol,kue lapis legit. Hal ini disebabkan pada saat Natal, lebaran dan Tahun baru harga-harga naik sehingga langganannya lari. Prinsipnya adalah bagaimana membuat penganan yang layak, enak, tepat waktu dan harga bersaing. Saat ini Toko Kue Sri Ratu rezeki memasok kue seperti cheese cake ke toko kue menengah ke atas. Untuk kalangan bawah mereka menjual antara lain di Pasar Senen, Blok M Square. Impian Richard berikutnya adalah membuat kue oleh - oleh khas Jakarta berupa kue lapis legit. Saat ini omset per hari kuenya mencapai 3-6 juta rupiah per hari, dengan didukung 20 orang karyawan, diantaranya 10 orang karyawan produksi.

Pembicara ketiga, Ir. Henry Sadikin adalah seorang mantan aktivis mahasiswa di Palembang. Setelah lulus tahun 1982, beliau bekerja di sebuah perusahaan bidang industri kimia. Setelah menjadi sales supervisor selama 3 bulan, dia kemudian naik menjadi asistan manager dan mengikuti tender ke seluruh Indonesia. Dari diskon penjualannya yang didapatnya, beliau mendapatkan keuntungan yang cukup besar hingga mencapai Rp 15 juta rupiah dan langsung dibelikan rumah yang pada saat itu masih berharga Rp 16 juta. Namun di tahun 1988 mulai terjadi mutasi di perusahaan karena ada anggota keluarga pemilik perusahaan yang masuk.. Untuk mengetes apakah customer lebih percaya kepada marketing atau perusahaan, beliau bertanya papakah boleh membawa barang yang bukan produk perusahaannya. Customer tidak keberatan. Akhirnya , beliau mengambil dari perusahaan lain dan menjualnya kepada perusahaan tersebut. Keuntungannya bisa membeli 1 bh mobil. Setelah bergumul selama 1 bulan, akhirnya beliau memutuskan keluar dari perusahaan. Petanyaan terberat sebelum memutuskan keluar adalah bagaimana kalau kalau pada penawaran berikutnya tidak ada yang laku? Setelah bisa menjawab tidak apa-apa kalau tidak laku, barulah beliau membulatkan tekad untuk keluar. Pak Henry kemudian mendatangi asosiasi-asosiasi pengusaha untuk mendapatkan alamat perusahaan-perusahaan anggotanya di seluruh Indonesia.

Meski jumlah peserta tidak terlalu banyak, namun suasana pada sesi tanya jawab cukup hidup dan seru. Mereka antara lain menanyakan bagaimana mengembangkan jaringan. Menurut Ibu Nila, cara –cara untuk mengembangkn jaringan antara lain bertemu dengan teman-teman yang berbisnis sama, menghubungi departemen terkait, mendatangi pebisnis sejenis yang lebih tinggi, bertemu dengan asosiasi perusahaan, mengikuti pameran ,membawa kartu nama untuk diberikan saat berkenalan. Henry Sadikin memaparkan kiatnya antara lain dengan mengajak kenalan orang di mana saja dan kemudian melihat apakah ada peluang bisnis yang kemungkinan dibuat dengan orang tersebut. Selain itu, menurut pak henry, di kursus bahasa Inggeris yang dikelola keluarganya di Palembang, mereka menerapkan system mengirim siswa terpilih 15 orang ke Singapura setiap tahun. Dengan mengirim 15 orang, kursus mereka bisa mendapatkan 6000 siswa. Untuk menghindari kebosanan, kursus juga dibuat di taman-taman.

Para peserta yang masih berusia muda namun sudah memiliki bisnis sendiri mengajukan pertanyaan menyangkut pengembangan usahanya. Misalnya Satya, memiliki usaha keripik Lele menanyakan bagaimana caranya membangun Branding khususnya keripik lele dan bagaimana menangani resiko yang ada? Menjawab pertanyaan ini, ibu Nila menjawab ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, misalnya membuat produk yang Unik, membuat kemasan yang menarik (eye catching), melakukan bisnis online, mengikuti Asosiasi pengusaha seperti HIPMI,, berani jatuh bangun membangun usaha , kreatif dalam membangun usaha, misallnya ada lomba pemancingan dengan hadiah yang menarik.

Untuk pengelolaan keuangan, harus jelas pembedaan antara keuangan pribadi dan perusahaan. Caranya dengan membuat beberapa buku tabungan untuk pribadi, usaha dan keluarga. Tabungan untuk keperluan sehari-hari sebaiknya dibuat secukupnya saja. Pengusaha juga harus membuat Cash Flow setiap bulan. Bila ada kelebihan dana, agar dicari instrument investasi untuk penyeimbang resiko dengan return tinggi tapi resiko bisa dijaga.

Nelson, seorang guru yang membuka Kursus Bahasa Inggeris dan musik selama belasan tahun namun merasakan dirinya tertinggal jauh dari temannya yang sudah memiliki puluhan tempat kursus di berbagai kota. Pak Henry menyarankan agar Nelson tidak lagi mengajar, tapi lebih fokus untuk mengurus managemen kursus dan pengembangannya. Hal ini sama dengan yang dilakukan orangtuanya ketika memulai kursus dengan mengajar sendiri, tapi ketika murid mulai bertambah, dia merekrut guru lain dan lama-lama tidak lagi terlibat dalam mengajar.

Seorang pegawai negeri yang ikut sharing menyatakan bahwa sebenarnya yang harus dimiliki seseorang yang ingin terjun ke dunia wirausaha adalah mindset sebagai pengusaha. Dengan mindset itulah dia, sebagai pegawai negeri, meminjam dari Bank untuk membangun tempat kos. Dengan masa pinjaman 15 tahun dengan cicilan rp 6 jt per bulan ,dia bisa mendapatkan pemasukan 12 juta bersih setelah dipotong cicilan.

Dari hasil paparan narasumber dan dialog, dapat disimpulkan ada beberapa hal penting yang dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Yang pertama adalah mindset sebagai pengusaha, adanya kreatifitas, jaringan, modal, management , produk yang unik, dan mengupayakan biaya tetap kecil. Hal-hal tersebut merupakan hal pokok yang dapat mendukung siapa saja yang ingin mulai terjun sebagai wirausahawan maupun untuk mengembangkan usaha-usaha yang sudah berjalan sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik di masa depan. Semoga wirausahan muda Indonesia semakin maju!

*Locus Entrepreneurship mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselenggaranya acara ini, khususnya Bank Mandiri, CV Karya Anugerah, Toko Kue Sri Ratu Rezeki, PP GMKI, PGI, Eva Sagune (Bank Mandiri), Samuel Pasaribu (Telkomsel), dan seluruh peserta. Acara berikutnya dijadwalkan tgl 5 Juni 2010, dengan topik dan tempat yang akan diinformasikan kemudian.

Kamis, 15 April 2010

Undangan Sharing Pengalaman : "Bagaimana Memulai dan Mengembangkan Usaha"

Bekasi, 16 April 2010

Kepada Yth Bapak/Ibu/Sdr/i:

………………………………….

………………………………..

…………………………………

UNDANGAN

SHARING PENGALAMAN

“BAGAIMANA MEMULAI DAN MENGEMBANGKAN USAHA”

Saat ini jumlah pengangguran terdidik di Indonesia sangat tinggi karena tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dibanding lapangan kerja yang tersedia. Di sisi lain, peluang-peluang usaha kecil dan menengah masih terbuka lebar namun belum banyak anggota masyarakat khususnya generasi yang mau terjun ke dunia wirausaha karena kurangnya keberanian dan motivasi. Sementara, pengusaha pemula juga mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya karena kurangnya informasi, jaringan dan dukungan pendanaan

Sehubungan dengan hal di atas, kami mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i untuk hadir dalam Sharing kewirausahaan bersama wirausahawan yang sudah berpengalaman dalam bidang usaha yang dijalaninya yang akan diadakan pada:

Hari/tanggal : Sabtu/17 April 2010

Pukul : 15.00-17.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)

Alamat : Jl. Salemba Raya 10, Jakarta Pusat

(Seberang RS. St.Carolous)

Narasumber : 1. Ir. Henry Sadikin (“Bagaimana memulai dan mengem-bangkan usaha di

bidang supplier alat dan bahan-bahan kimia untuk laboratorium)

2. Ir. Richard Tampubolon (“Bagaimana memulai usaha di bidang produksi
dan distribusi kue-kue basah)

3. Mila Meike ,Bank Mandiri (Program Wirausaha Muda Mandiri)

Metode : 1. Sharing pengalaman oleh Narasumber

2. Tanya jawab

3. Pembuatan Action Plan Pengembangan Usaha oleh

setiap peserta dibimbing oleh narasumber

Biaya : Rp 30.000,- (Untuk 5 peserta satu kelompok gratis 1 orang), dapat dibayar di tempat dengan konfirmasi pendaftaran terlebih dahulu) .

Target Peserta : Maksimal 50 orang

Pendaftaran : Dora (081385243258), Ester (081219031521), Rihat (081319330630)

DATA PESERTA YANG SUDAH KONFIRMASI HADIR

1.Gideon Wijaya Ketaren
2. Nelson Limbong (2 orang)
3. Goklas Nababan
4. Sabar Simbolon
5. Harryara Hutabarat
6.Antonius Kurnia
7.Alfra Girsang
8. Janfri Sihombing
9. Subatrio Saragih
10. Rima Simanjuntak
11.Andor Sihotang
12.Kornelis Dehotman Damanik
13.Albert Siagian
14. Kusfiardi
15. Victor Ambarita
16. Enny Pardede
17. Gabarel Sinaga
18.......

Setiap peserta yang telah memulai usaha dapat berpromosi secara gratis dalam Blogweb Locus Entrepreneurship.


Hormat Kami


Rihat Hutagalung

LOCUS ENTREPRENEURSHIP

Perum Graha Mustika Blok K3/22

Setu, Bekasi

Email : rihathg@yahoo.com

Blog: http//locusentrepreneurship.blogspot.com

Rabu, 14 April 2010

Undangan Sharing Pengalaman "Bagaimana Memulai dan Mengembangkan Usaha"

Bekasi, 10 April 2010

Kepada Yth Bapak/Ibu/Sdr/i:

………………………………….

………………………………..

…………………………………

UNDANGAN

SHARING PENGALAMAN

“BAGAIMANA MEMULAI DAN MENGEMBANGKAN USAHA”

Saat ini jumlah pengangguran terdidik di Indonesia sangat tinggi karena tidak seimbangnya jumlah pencari kerja dibanding lapangan kerja yang tersedia. Di sisi lain, peluang-peluang usaha kecil dan menengah masih terbuka lebar namun belum banyak anggota masyarakat khususnya generasi yang mau terjun ke dunia wirausaha karena kurangnya keberanian dan motivasi. Sementara, pengusaha pemula juga mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya karena kurangnya informasi, jaringan dan dukungan pendanaan

Sehubungan dengan hal di atas, kami mengundang Bapak/Ibu/Sdr/i untuk hadir dalam Sharing kewirausahaan bersama wirausahawan yang sudah berpengalaman dalam bidang usaha yang dijalaninya yang akan diadakan pada:

Hari/tanggal : Sabtu/17 April 2010

Pukul : 15.00-17.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)

Alamat : Jl. Salemba Raya 10, Jakarta Pusat

(Seberang RS. St.Carolous)

Narasumber : 1. Ir. Henry Sadikin (“Bagaimana memulai dan mengem-bangkan usaha di bidang supplier alat dan bahan-bahan kimia untuk laboratorium)

2. Ir. Richard Tampubolon (“Bagaimana memulai usaha di bidang produksi dan distribusi kue-kue basah)

3. Bank Mandiri* (Program Wirausaha Muda Mandiri)

Metode : 1. Sharing pengalaman oleh Narasumber

2. Tanya jawab

3. Pembuatan Action Plan Pengembangan Usaha oleh

setiap peserta dibimbing oleh narasumber

Biaya : Rp 30.000,- (Untuk 5 peserta satu kelompok gratis 1 orang), dapat dibayar di tempat dengan konfirmasi pendaftaran terlebih dahulu) .

Target Peserta : Maksimal 50 orang

Pendaftaran : Dora (081385243258), Ester (081219031521), Rihat (081319330630)

Setiap peserta yang telah memulai usaha dapat berpromosi secara gratis dalam Blogweb Locus Entrepreneurship.

*Masih dalam konfirmasi

Hormat Kami

Rihat Hutagalung

LOCUS ENTREPRENEURSHIP

Perum Graha Mustika Blok K3/22

Setu, Bekasi

Email : rihathg@yahoo.com

Blog: http//locusentrepreneurship.blogspot.com

Selasa, 13 April 2010

Membangun Jiwa Wirausaha

Penulis buku terkenal Robert Kiyosaki dalam bukunya Cashflow Quandrant (Pustaka Gramedia) menyatakan bahwa pada dasarnya pekerjaan dapat dibagi dalam 4 jenis : Employee (menjadi pegawai di perusahaan atau di pemerintahan), Self Employee ( membuat pekerjaan sendiri sesuai keahlian, misalnya dokter, pengacara), Business Owner (wirausahawan, menciptakan suatu sistem dan menggaji orang lain untuk menjalankannya), dan Investor (melakukan investasi, membiarkan uang yang bekerja untuk kita). Employee dan Self Employee termasuk dalam kuadran kiri, sedang Business Owner dan Investor termasuk dalam Kuadran kanan. Menurut Kiyosaki, agar kita bisa dalam kebebasan finansial, maka kita tidak cukup berada di kuadran kiri, tapi harus berusaha masuk ke kuadran kanan. Pada kuadran kiri, pemasukan kita sepenuhnya tergantung pada usaha kita sendiri, sedang pada kuadran kanan pendapatan kita berasal dari sistim yang kita ciptakan dan uang yang kita investasikan.

Untuk masuk ke kuadran kanan sebagai Business Owner, maka diperlukan pengetahuan mengenai sifat-sifat dan watak yang diperlukan menjadi seorang pemilik usaha yang sukses. Selain itu perlu juga diketahui bagaimana latar belakang para pemilik usaha yang berhasil dan bagaimana mereka menjalankan usahanya. Tulisan singkat ini mencoba mengenali hal-hal tersebut sebagai panduan untuk yang bermaksud memulai usaha sendiri.

· Apa ciri-ciri seorang yang berjiwa wirausaha?

Menurut Geofffrey Meredith et al, dalam buku Kewirausahaan (Penerbit PPM,2002) profil seorang wirausahawan bisa dilihat dari ciri-ciri serta watak antara lain : Percaya diri (misalnya watak Keyakinan, ketidaktergantungan), Berorientasikan tugas dan hasil (kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energitic dan inisiatif), Pengambil resiko (kemampuan mengambil resiko, suka pada tantangan), Kepemimpinan (Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi kritik dan saran), Orisinalitas (inovatif dan kreatif, fleksibel, serba bisa), dan Berorientasi ke masa depan (Perseptif).

· Mengapa wirausahawan sukses terjun jadi wirausaha?

Banyak alasan mengapa para wirausahawan sukses masuk ke dalam dunia usaha. Bagi Bob Sadino, hal itu didasari keinginan untuk Merdeka. Merdeka dalam arti bebas dari perintah orang lain dan bebas untuk menentukan rencana sendiri. Didasari keinginan untuk merdeka tersebut, Bob Sadino meninggalkan pekerjaan di PT Djakarta Loyd, dan memulai usaha menjual telur kebutuhan para ekspatriate yang tinggal di kawasan Kemang. Bob, sebagaimana anda tahum sekarang memiliki jaringan Kem’s Chick.

Bagi Sofyan Ponda, pendiri jaringan Hotel Sofyan Groups, sebagaimana dipaparkan dalam bukunya Sofyan Ponda, pendiri Hotel-hotel Kecil (1992) yang ingin dicapainya dalam bisnis adalah kepuasan. Untuk itu Sofyan rela meninggalkan jabatannya di Departemen Keuangan di akhir tahun 60-an dan memulai bisnis Hotelnya dengan menjadikan rumahnya di Jl. Gondangdia 108 menjadi Losmen (sekarang jadi Hotel Menteng).

· Bagaimana mereka membangun keberhasilan?

Roma tidak dibangun dalam sehari. Analogi yang sama juga berlaku bagi sebagian besar para entrepreneur. Proses jatuh bangun membangun usaha selama puluhan tahun adalah gambaran umum wirausahawan besar. Umumnya mereka memulai dari tangga yang paling bawah dengan cucuran keringat dan air mata. Sebutlah Bob yang mulai menjual telur dari rumah ke rumah. Atau pendiri perusahaan Farmasi Konimex, Djoenaidi Josoef, yang memulai dengan menjual obat di toko ayahnya. Agung Laksono, Ketua DPR dan pemilik beberapa perusahaan seperti AN-TV, perusahaan penerbangan Adam Air, dll, memulai bisnisnya dengan mendirikan bisnis Cleaning service sebelum tamat kuliah di Fakultas Kedokteran UKI pada awal tahun 70-an. Purdi Chandra, memulai usaha bimbingan belajar Primagama dengan hanya punya dua murid pada awal tahun 80-an. Sekarang jaringan franchisee Primagama sudah tersebar di seluruh Indonesia.

Semua ini membuktikan bahwa ada proses yang panjang dan berliku yang harus dilalui sebelum tumbuh menjadi bisnis yang besar dan kuat. Dalam proses ini terdapat banyak kerikil-kerikil dan jalan yang licin dan terjal yang mesti dihadapi. Justru semua rintangan ini nampaknya menjadi suatu pemacu mereka untuk lebih giat dan matang dalam mengarungi dunia usaha.

Kembali ke pendapat Kiyosaki mengenai empat kuadran pekerjaan, tidak dapat dipungkiri bahwa kita sulit untuk berada dalam kebebasan finansial jika tetap bertahan di kuadran pertama sebagai employee. Tingkat persaingan usaha yang keras yang membuat kita senantiasa terancam kehilangan pekerjaan, tingkat inflasi dan kenaikan harga yang jauh melebihi kenaikan gaji, aneka ragam pajak yang harus kita bayar membuat pilihan berlama-lama sebagai pegawai bukan lagi pilihan yang aman. Kita harus mulai masuk ke kuadran kanan, sebagai business owner atau investor. Prosesnya bisa perlahan-lahan, tidak harus drastis. Namun yang pasti kita harus memulai. Selanjutnya, kita tinggal mengarungi suka dukanya, seperti yang sudah dijalani oleh mereka yang telah lebih dahulu berhasil. Bagaimana menurut anda?